Ini pertama kalinya saya ke Bantar Gebang. Yang ada di pikiran orang-orang bila menyebut bantar gebang adalah tumpukan sampah yang membukit bukit. Yang baunya tidak karuan. Memang tidak salah karena bantar gebang adalah salah satu TPST terbesar. Setau saya sampah-sampah itu berasal dari jakarta dan bekasi.
Lima kali pelemparan batu dari TPST akan kita temukan SD Dinamika, sebuah sekolah gratis untuk anak-anak sekitar situ. Orang tua mereka umumnya berprofesi sebagai pemulung, atau mungkin pekerjaan serabutan lainnya kalau aku boleh menebak. Dan sudah hal biasa jika kita temui anak-anak itu part time mulung sepulang sekolah.
Hari ini adalah hari pertama dan pengalaman pertama saya menjadi kakak inspirator. Alhamdulillah saya bisa bergabung di Serambi Inspirasi batch 3. Komitmen menjadi inspirator untuk adik-adik selama satu semester tentu sangat sayang kalau dilewatkan. Saya di tempatkan di kelas calistung (baca, tulis, hitung) kelas 3B.
Beberapa bangunan kelas sedang tahap renovasi. Jadilah perpustakaan dijadikan ruang belajar untuk siswa 3B.
Saya dan teman-teman sempat shock dan tidak tau harus mulai dari mana saat menemukan kelas 3B seperti kapal pecah. Tidak adanya meja atau kursi di ruangan lima kali enam meter itu sepertinya menjadi medan yang empuk buat adik-adik untuk bermain sekeinginan mereka. Buku bacaan berserakan di lantai. Ada yg main bola basket. Ada yg naik lemari. Ada yang keluar masuk kelas. Seingatku, waktu masih di TK kami mungkin juga senang bermain, tapi tidak sampai membuat ruangan jadi kacau balau seperti ini. Ah, namanya juga anak-anak.
Melihat suasana seperti ini, kakak inspirator cewek mulai mengkondusifkan kelas. Sense of mother. Kelas dimulai dengan do’a. Lalu gaduh lagi.
Kami mencoba membagi beberapa kelompok. Saya membuat lingkaran bersama adik-adik yang mau ke saya. Ada 5 anak. Cowok semua. Namanya Amin, Effan, Raden, (dua lagi lupa). Terus saya mencoba memahami sejauh mana mereka bisa membaca dan berhitung.
Anak yang paling dekat dan berkesan untuk saya adalah Amin. Nama lengkapnya Abdul Rahman. Panggilan amin entah datangnya dari mana, dia belum mau cerita. Dari lima anak tadi, Amin dan Effan Lah yang cukup ketinggalan dalam membaca. Effan lebih senang main, jadilah waktu saya lebih banyak ke Amin.
Kalian pasti miris jika tau beda kemampuan baca hitung Amin dengan siswa SD kelas 3 di luar sana yang lebih beruntung mendapat pendidikan kualitas terbaik. Jangankan baca kata, Amin bahkan lupa huruf “r”, “l”, “w”. Dan kadang sulit membedakan “b” dan “d”. Potret Amin ini sedikit bisa jadi potret pendidikan anak-anak di pedalaman sana.
Anak seperti Amin butuh perhatian lebih. Butuh ditumbuhkan percaya dirinya agar semakin tidak ketinggalan dari teman sekelasnya. Hari ini saya mendapatkan sumur untuk menimba ilmu pendekatan-pendekatan kepada anak seperti Amin. Mau tau keseruannya? Silahkan bergabung di Serambi Inspirasi ataupun kegiatan-kegiatan serupa di luar sana. Ikutlah ambil bagian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Meskipun mungkin sekecil apa yg sedang kami lakukan.
Banyak pengalaman yang saya dapat hari ini. Termasuk cerita pengalaman dari kelas lain. Sayangnya pengalaman-pengalaman belum bisa aku tuliskan satu persatu di sini.